Pada dasarnya, manusia terlalu banyak berpikir secara nalar dan mempercayai nalar adalah kemutlakan. Sedang logika menjadi terabaikan bahkan terlupakan. Hal ini mengakibatkan terputusnya sebuah komunikasi yang berdampak kekecewaan. Nalar sendiri bekerja berdasarkan pengalaman yang terekam di dalam jaringan otak kita sedangkan logika bekerja berdasarkan ruang dan waktu yang sedang terjadi. Persepsi, rasa, intuisi merupakan bagian dari anak cucu nalar namun logika lebih mandiri dan membantu sistem kerja otak untuk membaca, melihat, merasa, menganalisa dengan detail yang ada.
Bayangkan jika kita berkomunikasi dengan orang lain dan kita menggunakan nalar kita, apakah kita benar-benar mendengar kalimat yang diucapkan lawan kita sesuai kalimat orang tersebut tanpa penambahan maupun pengurangan dan tanpa persepsi kita? Dan jika kita kembalikan lagi pada diri kita sendiri, bersediakah kita menerima perlakuan tersebut pada diri kita? Maka yang terjadi adalah kekecewaan dan bisa berdampak permusushan. Namun jika kita tiap saat melatih pikiran kita untuk bekerja secara logika maka kita akan melihat, membaca, merasakan segala sesuatu berdasarkan kenyataan yang sedang terjadi. Dan semua akan terus berjalan, berbeda, dan tidak ada kata pengulangan karena tiap detik waktu terus berputar.
Sebenarnya hal ini tidak jauh berbeda dengan kita bercermin. Saat kita bercermin maka tampaklah apa yang nyata di depan mata kita tanpa penambahan dan pengurangan karena logika yang sedang berlangsung membawa kita pada momen tersebut. Betapa menyenangkan jika kita tersenyum di depan cermin maka cermin akan memunculkan senyum pada kita.
Marilah mulai sekarang kita melatih pikiran kita untuk bekerja secara logika. Tidak ada kata terlambat untuk mencoba selama kita masih punya udara untuk bernafas dan kedamaian akan selalu ada dimana saja.
Okty Budiati @Ruangkaret-2012